Strategy
Saat seseorang ditempatkan menjadi Kepala Unit Manajemen Strategi dan Kinerja, maka ia akan mengelola sekaligus memonitor progress strategi dan kinerja organisasi. Semua ini merupakan tugas manajerial yang bersifat lintas fungsi (cross-function).
Tentunya ini juga menjadi peluang bagi seorang Strategy Initiative Management Officer untuk bisa mendalami sejumlah hal, seperti bagaimana memformulasikan pengukuran kinerja yang tepat. Di sisi lain, Anda juga harus siap jika ada kondisi unit kerja yang baru dibentuk, sehingga belum ada rumusan kerja baku untuk menjalankannya. Inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi.
Pembentukan Unit Manajemen Strategi dan Kinerja, seringkali tak lepas juga dari keputusan top management, untuk melakukan transformasi organisasi. Biasanya manajemen tidak akan puas jika selama ini perusahaan terlalu berfokus pada business-as-usual.
Ini karena sekarang begitu banyak perubahan yang terjadi. Sudah semestinya perlu diperhatikan pula upaya pengembangan, serta penciptaan keunggulan kompetitif untuk menjaga pertumbuhan bisnis yang sehat.
Strategi harus dieksekusi dengan disiplin supaya dapat menciptakan keunggulan kompetitif. Dengan demikian, tidak hanya kinerja finansial dan operasional produksi saja yang perlu dikelola, namun juga area lain yang mencerminkan hasil dan upaya dari strategi, misalkan: mengelola hubungan dengan pelanggan dan mengembangkan inovasi.
Salah satu hal essensial yang perlu dikuasai adalah kemampuan untuk memfasilitasi proses pengembangan Key Performance Indicator (KPI), terutama yang digunakan untuk mengukur strategi organisasi. Ada dua isu yang perlu diperhatikan: aspek teknis dari pemilihan KPI dan aspek buy-in terhadap KPI tersebut.
Untuk aspek teknis, Balanced Scorecad dapat digunakan sebagai kerangka kerja untuk menentukan KPI yang mencerminkan strategi. Seringkali kita perlu menggunakan KPI yang sama sekali baru.
Dalam hal ini perlu ada kesepakatan tentang definisi yang jelas dari KPI untuk menghindari munculnya multi tafsir. Misalkan untuk KPI Indeks Kepuasan Pelanggan, apa saja dimensi yang digunakan untuk menilai kepuasan pelanggan? Bagaimana kita memperingkat kepuasan pelanggan? Seberapa sering kita perlu mengukur kepuasan pelanggan? Bagaimana mekanisme untuk memperoleh data? Sepanjang jawaban untuk pertanyaan tersebut dapat disepakati, maka isu teknis telah dituntaskan.
Aspek buy-in berkenaan dengan tingkat kerelaan seseorang untuk menjaga akuntabilitas terhadap KPI. Pada bagian inilah seringkali terjadi tarik ulur yang mungkin alot. Ambil contoh KPI Indeks Kepuasan Pelanggan. Walaupun relatif lazim digunakan oleh banyak organisasi, seseorang tidak serta merta “berkeinginan” untuk fokus pada KPI tersebut, terlebih jika itu adalah KPI yang belum pernah digunakan.
Alasan yang dikemukakan adalah ketidaknyamanan pengukuran kinerja berdasarkan penilaian pihak lain (yakni pelanggan). Sepanjang suatu produk telah memenuhi spesifikasi dan tingkat kualitas yang ditetapkan, mestinya tidak dibutuhkan lagi penilaian dari sisi pelanggan.
Meskipun pandangan ini dapat dipahami, namun penilaian dari pihak pelanggan berfungsi sebagai cek silang (cross-check) terhadap apa yang kita hasilkan. Umpan balik dari pelanggan penting untuk didengar guna perbaikan (improvement) serta inovasi agar produk tersebut tetap kompetitif.
Untuk meraih buy-in. pada tahap awal KPI (baru) hendaknya lebih diperlakukan sebagai sarana pembelajaran. Hasil pengukuran KPI menjadi bahan dialog tentang bagaimana kinerja dapat ditingkatkan dan penetapan target yang lebih menantang di masa depan.
Ketika Anda sebagai Strategic Management Officer telah memiliki kemampuan untuk memfasilitasi proses pemilihan KPI yang dapat nenjaga keseimbangan antara aspek teknis dan buy-in, maka Anda dianggap telah dapat mengatasi salah satu tantangan.
Prima Agung Biromo
Strategy, Performance, and Process Chief of Tribe
Pemerintah & Kementerian
Jika ada informasi yang ingin ditanyakan, silakan Chat WA Customer Service & Social Media kami:
Subscribe our latest insight and event
FOLLOW US
© 2024 ONE GML Consulting