Systems
Setiap hari, Chang Wenxuan 10 tahun, harus berjalan selama hampir 1 jam melewati lembah untuk tiba di sekolahnya, Sekolah Dasar Lumacha di wilayah Dingxi, Tiongkok. Ia hanya punya dua orang teman di sekolah, karena memang sekolah itu memang hanya mempunyai 3 orang siswa! SD itu hanya satu dari sekitar 1.000 sekolah di provinsi tersebut dengan siswa yang kurang dari lima orang. Tetapi sekolah itu tetap berjalan karena kebijakan dari pemerintah setempat adalah sekolah tidak boleh ditutup selama masih ada siswa yang mendaftar, walaupun hanya satu orang!
Sebagaimana diberitakan dalam South China Morning Post, sekolah itu terlihat sangat sederhana. Enam meja kayu diletakkan di tengah kelas, disertai beberapa meja yang ditempelkan ke dinding untuk memamerkan hasil karya kerajinan dan seni para siswa. Cahaya matahari dibiarkan masuk ke ruangan, karena memang tidak ada lampu listrik di ruangan itu. Sementara temperatur udara dapat turun sampai minus 10 derajat Celsius di musim dingin. Tetapi yang terlihat janggal adalah adanya sebuah komputer canggih dengan layar monitor touch screen yang besar di ruang kelas itu, dengan disertai webcam, dan koneksi internet dengan kecepatan 100 Mbps.
Ketika jam pelajaran tiba, salah seorang anak dengan lancar membuka aplikasi pembelajaran daring, dan ketiga orang tersebut dengan segera menjadi bagian dari sebuah kelas yang besar, dengan lebih dari 100 siswa, dengan seorang guru yang menyampaikan pelajaran secara live yang disiarkan secara daring. Lewat webcam, semua siswa dapat ikut serta secara aktif untuk bertanya atau menjawab pertanyaan. Sesuai jadwal pelajaran yang ada, kelas dengan live streaming ini mencakup berbagai mata pelajaran, mulai dari seni musik, kerajinan, kesehatan dan sebagainya yang diajarkan oleh para pengajar yang berkualitas. Lewat fasilitas itu, ketiga orang anak desa tersebut dapat merasakan pendidikan yang bagus dan mereka mendapatkan wawasan pendidikan yang jauh lebih luas daripada yang tersedia di desanya.
Situasi yang mirip bisa kita kenali juga di Indonesia. Di satu sisi, setiap tahun kita mendengar berita menggembirakan tentang prestasi siswa Indonesia di berbagai pentas olimpiade tingkat dunia. Misalnya, dalam Olimpiade Fisika Internasional saja, sampai tahun 2018, Indonesia sudah mendapatkan 27 medali emas, 30 medali perak, 40 medali perunggu, dan 20 Honourable Mention. Di sisi lain, hasil PISA (Programme for International Student Assessment), yang mengukur kualitas pendidikan di berbagai negara, menunjukkan hasil yang masih memprihatinkan.
Hasil penilaian terakhir yang sudah dipublikasikan, yaitu tahun 2015, menunjukkan Indonesia berada di ranking 65 untuk matematika, 64 untuk sains, dan 66 untuk membaca, dari 72 negara yang ikut serta. Ketika beberapa pihak mempertanyakan metode sampling yang digunakan untuk mendapatkan hasil penilaian ini, hal itu justru menegaskan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia ini sangat tidak merata. Upaya dan terobosan yang nyata sangat diperlukan, agar kualitas pendidikan yang tersedia di kota-kota besar dapat juga diakses di berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Tentu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah melakukan berbagai upaya untuk meratakan kualitas pendidikan ini. Satu opsi yang bisa dipertimbangkan secara serius adalah pemanfaatan teknologi. Pada saat ini tidak ada salahnya kita mengintip pengalaman negara lain dalam meratakan kualitas pendidikan.
Teknologi informasi telah terbukti sangat membantu. Kebanyakan guru-guru yang berkualitas tentu akan kurang bersedia jika harus ditempatkan di desa terpencil. Tetapi dengan dukungan teknologi, mereka dapat menyampaikan pengajaran di berbagai pelosok desa. Sebagai manfaatnya, masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dapat merasakan kualitas pendidikan yang selama ini hanya tersedia di kota-kota besar, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik.
Daniel Wirajaya
Internal Knowledge Management & Digitalization Platform Head
Jika ada informasi yang ingin ditanyakan, silakan Chat WA Customer Service & Social Media kami:
Subscribe our latest insight and event
FOLLOW US
© 2024 ONE GML Consulting